kali ini lagi-lagi mau bagi-bagi pengalaman proses perkuliahan, lumayan lah sekarang ini kami diajari bagaimana caranya berfikir kritis *wenaak XD*, apa yang dilakukan salah satu dosen yang benar-benar ingin mengasah kami itu.. kali ini ia memberikan tugas dimana awalnya kami diajak untuk menonton sebuah film dulu judul filmnya adalah "Dead Poets Society" kalau gak salah film ini film tahun 1989 *setelah 24 tahun ada baru liat* dengan akhir kami harus membuat sebuah Feature tentang bagaimana kami memerdekakan diri dan fikiran dengan versi kami
sedikit review dari film tersebut.
berawal
dari kehidupan sosial tujuh orang siswa yaitu : Neil, Todd, Knox, Charlie,
Richard, Steven dan Gerard yang
merasakan ketidaknyamanan dengan peraturan di sekolahnya yaitu Akademi Welton
yang merupakan sekolahan yang terkenal dengan kedisiplinan yang tinggi dan
menganut semboyan Tradisi, Kehormatan, Disiplin dan Prestasi. Pemikiran mereka
tentang ilmu pengetahuan berubah setelah datang guru baru yang akan mengajarkan
satra inggris kepada mereka. Guru tersebut adalah John Keating yang juga
merupakan alumni akademi welton. Guru ini mengajar dengan teknik yang berbeda
sehingga siswa yang diajarnya terinspirasi dengan apa yang ia ajarkan salah
satunya adalah Neil yang memang sejak awal memiliki minat dalam bidang akting. Hingga
suatu saat Neil dan kawan-kawannya
menemukan catatan tua sekolah dimana ternyata guru sastra inggris
mereka, John Keating, pernah mempunyai klub rahasia bernama Dead Poets Society.
Klub yang anggotanya gemar membaca puisi dan selalu punya pemikiran berbeda
dari yang lainnya menjadi inspirasi Neil dan kawan-kawan untuk membentuk sebuah
klub yang sama. Lambat laun pemikiran Neil dan teman-temannya terbuka lebar
berkat pengajaran yang dilakukan oleh Keating, terlebih lagi mereka mendapatkan
istilah baru yaitu “Carpe Diem” yang
dalam bahasa inggris berarti “Seize The
Day” yang berarti “Petiklah Hari”
menjadi motto baru dalam hidup mereka. Terutama Todd, remaja paling pemalu
diantara teman-temannya yang lain yang lambat laun menjadi seorang yang berani
mengutarakan isi hatinya berkat pola pikir Keating yang selalu menginspirasi
dan mendukungnya.
Film ini mengandung pesan moral
sekaligus menyindir pemikiran-pemikiran lama atau pemikiran kaum tua pada
masanya. Freethinkers adalah jargon
yang selalu diucapkan oleh John Keating. Lakukan apa yang ingin kamu lakukan, seize the day! Semua perkataan yang
meluncur dari mulut Keating seolah-olah merasuk kedalam diri Neill, Todd, Knox
dan Dalton. Neill yang sebenarnya merupakan seorang murid yang paling pandai
tahu bahwa ber-akting adalah kegemarannya dan impiannya disamping mendapat
nilai bagus terus-menerus di sekolah, kemudian Knox mempraktikan betul apa itu
yang disebut seize the day dengan
cara menemui gadis pujaan hatinya walau dia tahu bahwa gadis yang disukainya
sudah dimiliki orang lain, dan Todd, remaja pemalu yang akhirnya bisa
mengungkapkan isi hatinya dengan lantang ke seluruh orang. Betul, mereka adalah
para pemuda yang tahu dan paham betul makna pelajaran yang diberikan oleh
Keating di setiap kelasnya, tahu betul bahwa menjadi seorang yang bisa
menikmati kehidupan, cinta, dan keberadaan diri adalah modal penting untuk
menjalanai hidup ini selain menjadi bankir, pengacara maupun seorang dokter
yang sukses. Akan tetapi apa yang diajarkan oleh Keating dianggap tidak baik
oleh pihak sekolah karena tidak sesuai dari prinsip Akademi Welton. Hal ini
memunculkan berbagai permasalahan, terlebih lagi adanya permasalahan antara
Neil dengan orangtuanya yang tidak sependapat. Neil ingin mengembangkan bakat
beraktingnya tetapi orangtuanya ingin ia menjadi dokter. Sehingga hal ini
membuat Neil tertekan. Ia semakin tertekan dan akhirnya ia memutuskan untuk
bunuh diri sebagai protesnya kepada orangtuanya dan sebelum bunuh diri ia
memberikan pesan “Ia merencanakan hidupku tapi tak pernah menanyakan apa yang
aku inginkan”. Pesan ini menjadi sebuah senjata bagi orangtuanya untuk mencari
penyebab Neil bunuh diri. Orangtua Neil bekerjasama dengan pihak sekolah untuk
mengusut tuntas permasalahan ini dan yang mereka curigai adalah guru sastra
inggris yang tidak lain adalah John Keating. Alhasil John Keating-pun
dikeluarkan dari sekolah. Akan tetapi saat akan berpamitan para siswa yang dulu
diajarnya merasakan keberatan sehingga mereka melakukan protes dengan cara
seperti yang dulu pernah diajarkan oleh Keating.
Dari hal itu dapat kita lihat bahwa
adanya konflik antara siswa, orangtua, guru dan sekolahan. Kebanyakan orangtua
tidak memperhatikan apakah bakat dan minat yang dimiliki oleh anak mereka,
orangtua selalu mengatakan memberikan yang terbaik kepada anaknya akan tetapi
mereka justru menjerumuskan anak mereka dalam kegelapan. Selain itu pihak
sekolahpun tidak mengembangkan proses pembelajaran yang mampu menarik siswa
dalam mencerna mata pelajaran yang diperoleh. Kebanyakan kebijakan yang
diterpkan kurang berpihak kepada siswa dan cenderung menjadikan siswa menjadi
apatis dan individualis. Seharusnya antara guru, orangtua dan sekolahan
melakukan segala kebijakan yang tidak merugikan siswa. Siswa harus lebih diajak
aktif dalam berbagai pembelajaran yang dilakukan supaya mereka tidak hanya
manghafal dan memahami tetapi juga melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari
sehingga pembelajaran yang mereka peroleh benar-benar memiliki kegunaan dalam
kehidupannya di masa mendatang.
Dari uraian tersebut dapat dilihat bagaimana John Keating
mengajarkan murid-muridnya untuk tidak takut pada beragam tekanan yang datang
menghantam kehidupan mereka, mereka cukup menghadapinya dan memanfaatkan waktu
sebaik-baiknya agar masalah apapun yang datang menghadang dapat di lalui dengan
mudah dan tanpa halangan. Namun sayang apa yang di lakukan oleh murid-murid
tersebut tidak dapat di terapkan dengan mudah di kehidupan nyata, saya salah
satu orang yang belum bisa menghadapi masalah dengan pilihan-pilihan untuk
kehidupan.
nah, tepat setelah review yang saya berikan, saya melanjutkan dengan bagaimana kisah saya memperjuangkan hak saya terhadap diri saya pada orangtua saya, berikut kishnya.
Mulanya
pada saat awal saya masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), pada awalnya saya
tinggal di lingkungan pesantren dengan dunia yang disiplin dan penuh dengan
nuansa keilmuan, namun tuntutan pekerjaan ayah saya saat itu mengharuskan ibu
saya ikut untuk pindah keluar daerah dan akhirnya kami kembali ke kampung
halaman ayah saya yaitu Tangerang. Saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar
saat kami pindah ke kota Tangerang, dan saya pindah sekolah ke sekolah yang
dulunya merupakan sekolah masa kecil ayah saya. Saat seusia itu ayah saya sudah
cukup memberikan beragam tuntutan di kehidupan saya, ia meminta saya agar bisa
sehebat dia saat dia masih kecil, namun kondisi lingkungan kami sudah sangat
berbeda jika ia menuntut dengan segala hal yang “harus sama”.
Setelah
kelulusan Sekolah Dasar tersebut ibu saya memasukkan saya ke salah satu sekolah
negeri yang letaknya sekitar 1 kilometer jauhnya dari Sekolah Dasar saya
sebelumnya. Pada saat itu saya tidak ingin bersekolah di situ dan mengambil
tempat lain, namun sayang saat itu, usia saya yang masih terlalu kecil untuk
berbicara dan masih bisa di bohongi dengan alasan-alasan konyol akhirnya harus
menerimanya dengan alasan terbesar yang saya pertimbangakan kala itu adalah
kata-kata dari ibu saya “kalau sekolah disini kamu gampang akses angkutan
umumnya, dan kamu bisa terhindar dari kecelakaan lagi”. Tiga tahun saya
menjalani hari-hari saya di sekolah itu, dan karna masih bisa di bilang kalau
anak seusia itu masih “mencari jati diri”, maka saya mengisi hari saya dengan beragam
kesibukan ekstrakulikuler yang ada di sana seperti Pramuka dan OSIS.
Tahun-tahun akhir dari sekolah saya menjadi akhir yang kurang menyenangkan
untuk saya, kembali orangtua saya menuntut hal yang banyak dan besar dari saya,
hingga saya diminta untuk berhenti mengikuti seluruh kegiatan saya di sekolah
dan fokus pada pelajaran juga mengikuti les.
Saya berhasil lulus dengan nilai
yang cukup memuaskan namun di kota saya nilai itu masih kurang jika ingin masuk
ke sekolah-sekolah favorit, maka saya meminta agar saya di masukkan ke salah satu sekolah yang sangat
mendukung muridnya untuk berprestasi di luar sekolah dan tidak mengutamakan
prestasi di dalam sekolah, sekolah yang membiarkan murid-muridnya membesarkan
nama sekolah tak hanya dari prestatsinya di kelas namun diluar sekolah juga.
Tapi lagi-lagi keinginan saya di tolak mentah-mentah oleh orangtua saya, dan
saya dimasukkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri yang letaknya tak jauh
dari rumah saya. Saat keputusan itu diambil oleh orangtua saya, saya
memberontak dengan marah ke pada orangtua saya, namun sayang orang tua saya
memang tipikal orangtua yang keras pada anaknya. Pada hari dimana saya memulai
sekolah baru saya, kembali saya merasakan tekanan tekanan baru yang di hadapkan
pada saya. Saya mengalah dengan syarat kali itu, saya tidak ingin berangkat dan
pulang sendiri, maka saya meminta orangtua saya untuk mengantar ataupun
menjemput saya jika saya berangkat atau pulang sekolah, karna saat itu saya
merasa keberadaan saya di sekolah itu adalah keinginan dari orangtua saya dan
bukan merupakan keinginan saya, jadi saya merasa tanggung jawab mereka untuk
mengantar atau menjemput saya sekolah.
Pada kenaikan kelas menuju kelas XI,
kembali saya harus melakukan pilihan untuk memilih jurusan mana yang akan saya
masuki nantinya, orangtua saya mengarahkan saya pada jurusan IPA namun ada
suara hati saya yang ingin sekali masuk jurusan IPS karna kala itu saya ingin
sekali menjadi seorang sastrawan kelak, namun berbeda dengan pandangan saya,
orangtua saya menginginkan saya menjadi dokter dan tetap memaksa saya agar saya
mengambil jurusan IPA. Lagi setelah pemilihan jurusan saya harus mengikuti apa
yang orangtua saya inginkan, saya masuk ke jurusan IPA dengan otak yang saya
rasa setengah IPS, saat itu orangtua saya meyakinkan saya dengan hasil tes
psikotes yang menunjukan hasil Medicine
dan Science. Dua tahun saya belajar
di jurusan itu, nilai yang saya hasilkan tidak terlalu bagus dan tidak terlalu
buruk, tiba saatnya untuk kembali menentukan pilihan menuju perguruan tinggi,
namun kali ini saya mengalami pengalaman yang saya anggap lucu dan pertama
kalinya di hidup saya. Saya mengikuti banyak test perguruan tinggi mulai dari
kedinasan, hingga perguruan tinggi swasta, namun sayang saya gagal menembus
perguruan tinggi yang dipegang dibawah nauangan kedinasan, kemudian saat saya
melihat pengumuman di salah satu perguruan tinggi swasta saya diterima masuk
perguruan tinggi itu, takhanya berhenti di pengumuman itu, saya mengikuti tes
mandiri di beberapa universitas negeri dan akhirnya lagi-lagi tuhan mengizinkan
saya agar bisa melanjutkan pendidikan saya, namun kali ini orangtua saya tidak
ingin mengambil bagian dalam pilihan hidup saya, dan saya harus menentukan itu
sendiri, saya yang selama ini selalu di arahkan dalam menentukan arah kehidupan
saya, tiba-tiba saya dilepas dan di biarkan memilih sendiri pilihan hidup saya.
Saat saya menentukan pilihan yang saya ambil sekarang, orangtua saya
mengorbankan banyak hal terutama materi, awalnya ayah saya meminta saya agar
saya mencari sekolah yang tidak terlalu jauh dari rumah. Baru akhir-akhir ini
saya mengetahui apa maksud orangtua saya kala itu meminta saya agar bersekolah
dekat dengan rumah, takhanya kondisi fisik saya yang tidak bisa di berikan
makanan yang asal-asalan, namun juga masa depan saya yang orangtua saya impikan
dan ternyata saya juga dambakan.
Saat ini orangtua saya masih
sering meminta ataupun memaksakan saya atas kehendak yang mereka inginkan,
namun sekarang mereka lebih mendengarkan suara saya, mungkin karena mereka
menganggap saya sudah dewasa, namun terkadang saya masih merasa berada di
bayang-bayang orangtua saya. Namun saya yakin satu hari saya bisa menjadi
seseorang yang dapat membuktikan pada orangtua saya bahwa saya berada di jalan
yang benar, dan jalan yang benar itu adalah jalan yang saya pilih saat ini.
Seperti halnya salah satu iklan yang ada di televisi saat ini “My Life My Adventure”, “Keep Smile”, “Stay Strong”, “Life Your
Dream”, and “Be You”.
Ok, itu yang saya berikan pada dosen saya waktu itu, dosen saya berkomentar mengenai hasil dari seluruh karya mahasiswa kelas saya yang saya sendiri anggap lucu, gimana ngga, kalo di kasih tugas makalah 7 lembar pasti masih nawar 5 atau 4 lembar, eh pas disuruh "curhat" kalo kata dosen saya bisa pada lebih dari 12 halaman . yang di pertanyakan adalah "Apa yang sebenarnya menghambat fikiran kreatif ataupun ide-ide yang ada dalam otak kita?" dan itu akan menjadi tanda tanya besar pada setiap diri mahasiswa waktu itu.
Sekian curhatan kecil saya mengenai kuliah :)
Slot machines by Microgaming - jtmhub.com
ReplyDeletePlay 대구광역 출장마사지 the slot machines 동해 출장안마 from Microgaming here 포항 출장안마 at JTM Hub. Get up to 15 000 구미 출장안마 credits per play, Mar 12, 2021 · Uploaded by slotmachinesonline