Thursday, November 21, 2013

Review tugas kuliah Academic Skill

Lama gak nulis nih *padahal emang jarang mau nulis*

kali ini lagi-lagi mau bagi-bagi pengalaman proses perkuliahan, lumayan lah sekarang ini kami diajari bagaimana caranya berfikir kritis *wenaak XD*, apa yang dilakukan salah satu dosen yang benar-benar ingin mengasah kami itu.. kali ini ia memberikan tugas dimana awalnya kami diajak untuk menonton sebuah film dulu judul filmnya adalah "Dead Poets Society" kalau gak salah film ini film tahun 1989 *setelah 24 tahun ada baru liat* dengan akhir kami harus membuat sebuah Feature tentang bagaimana kami memerdekakan diri dan fikiran dengan versi kami 

sedikit review dari film tersebut.
berawal dari kehidupan sosial tujuh orang siswa yaitu : Neil, Todd, Knox, Charlie, Richard, Steven  dan Gerard yang merasakan ketidaknyamanan dengan peraturan di sekolahnya yaitu Akademi Welton yang merupakan sekolahan yang terkenal dengan kedisiplinan yang tinggi dan menganut semboyan Tradisi, Kehormatan, Disiplin dan Prestasi. Pemikiran mereka tentang ilmu pengetahuan berubah setelah datang guru baru yang akan mengajarkan satra inggris kepada mereka. Guru tersebut adalah John Keating yang juga merupakan alumni akademi welton. Guru ini mengajar dengan teknik yang berbeda sehingga siswa yang diajarnya terinspirasi dengan apa yang ia ajarkan salah satunya adalah Neil yang memang sejak awal memiliki minat dalam bidang akting. Hingga suatu saat Neil dan kawan-kawannya  menemukan catatan tua sekolah dimana ternyata guru sastra inggris mereka, John Keating, pernah mempunyai klub rahasia bernama Dead Poets Society. Klub yang anggotanya gemar membaca puisi dan selalu punya pemikiran berbeda dari yang lainnya menjadi inspirasi Neil dan kawan-kawan untuk membentuk sebuah klub yang sama. Lambat laun pemikiran Neil dan teman-temannya terbuka lebar berkat pengajaran yang dilakukan oleh Keating, terlebih lagi mereka mendapatkan istilah baru yaitu “Carpe Diem” yang dalam bahasa inggris berarti “Seize The Day” yang berarti “Petiklah Hari” menjadi motto baru dalam hidup mereka. Terutama Todd, remaja paling pemalu diantara teman-temannya yang lain yang lambat laun menjadi seorang yang berani mengutarakan isi hatinya berkat pola pikir Keating yang selalu menginspirasi dan mendukungnya.
                Film ini mengandung pesan moral sekaligus menyindir pemikiran-pemikiran lama atau pemikiran kaum tua pada masanya. Freethinkers adalah jargon yang selalu diucapkan oleh John Keating. Lakukan apa yang ingin kamu lakukan, seize the day! Semua perkataan yang meluncur dari mulut Keating seolah-olah merasuk kedalam diri Neill, Todd, Knox dan Dalton. Neill yang sebenarnya merupakan seorang murid yang paling pandai tahu bahwa ber-akting adalah kegemarannya dan impiannya disamping mendapat nilai bagus terus-menerus di sekolah, kemudian Knox mempraktikan betul apa itu yang disebut seize the day dengan cara menemui gadis pujaan hatinya walau dia tahu bahwa gadis yang disukainya sudah dimiliki orang lain, dan Todd, remaja pemalu yang akhirnya bisa mengungkapkan isi hatinya dengan lantang ke seluruh orang. Betul, mereka adalah para pemuda yang tahu dan paham betul makna pelajaran yang diberikan oleh Keating di setiap kelasnya, tahu betul bahwa menjadi seorang yang bisa menikmati kehidupan, cinta, dan keberadaan diri adalah modal penting untuk menjalanai hidup ini selain menjadi bankir, pengacara maupun seorang dokter yang sukses. Akan tetapi apa yang diajarkan oleh Keating dianggap tidak baik oleh pihak sekolah karena tidak sesuai dari prinsip Akademi Welton. Hal ini memunculkan berbagai permasalahan, terlebih lagi adanya permasalahan antara Neil dengan orangtuanya yang tidak sependapat. Neil ingin mengembangkan bakat beraktingnya tetapi orangtuanya ingin ia menjadi dokter. Sehingga hal ini membuat Neil tertekan. Ia semakin tertekan dan akhirnya ia memutuskan untuk bunuh diri sebagai protesnya kepada orangtuanya dan sebelum bunuh diri ia memberikan pesan “Ia merencanakan hidupku tapi tak pernah menanyakan apa yang aku inginkan”. Pesan ini menjadi sebuah senjata bagi orangtuanya untuk mencari penyebab Neil bunuh diri. Orangtua Neil bekerjasama dengan pihak sekolah untuk mengusut tuntas permasalahan ini dan yang mereka curigai adalah guru sastra inggris yang tidak lain adalah John Keating. Alhasil John Keating-pun dikeluarkan dari sekolah. Akan tetapi saat akan berpamitan para siswa yang dulu diajarnya merasakan keberatan sehingga mereka melakukan protes dengan cara seperti yang dulu pernah diajarkan oleh Keating.
            Dari hal itu dapat kita lihat bahwa adanya konflik antara siswa, orangtua, guru dan sekolahan. Kebanyakan orangtua tidak memperhatikan apakah bakat dan minat yang dimiliki oleh anak mereka, orangtua selalu mengatakan memberikan yang terbaik kepada anaknya akan tetapi mereka justru menjerumuskan anak mereka dalam kegelapan. Selain itu pihak sekolahpun tidak mengembangkan proses pembelajaran yang mampu menarik siswa dalam mencerna mata pelajaran yang diperoleh. Kebanyakan kebijakan yang diterpkan kurang berpihak kepada siswa dan cenderung menjadikan siswa menjadi apatis dan individualis. Seharusnya antara guru, orangtua dan sekolahan melakukan segala kebijakan yang tidak merugikan siswa. Siswa harus lebih diajak aktif dalam berbagai pembelajaran yang dilakukan supaya mereka tidak hanya manghafal dan memahami tetapi juga melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga pembelajaran yang mereka peroleh benar-benar memiliki kegunaan dalam kehidupannya di masa mendatang.
            Dari uraian tersebut dapat dilihat bagaimana John Keating mengajarkan murid-muridnya untuk tidak takut pada beragam tekanan yang datang menghantam kehidupan mereka, mereka cukup menghadapinya dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya agar masalah apapun yang datang menghadang dapat di lalui dengan mudah dan tanpa halangan. Namun sayang apa yang di lakukan oleh murid-murid tersebut tidak dapat di terapkan dengan mudah di kehidupan nyata, saya salah satu orang yang belum bisa menghadapi masalah dengan pilihan-pilihan untuk kehidupan.

nah, tepat setelah review yang saya berikan, saya melanjutkan dengan bagaimana kisah saya memperjuangkan hak saya terhadap diri saya pada orangtua saya, berikut kishnya.

            Mulanya pada saat awal saya masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), pada awalnya saya tinggal di lingkungan pesantren dengan dunia yang disiplin dan penuh dengan nuansa keilmuan, namun tuntutan pekerjaan ayah saya saat itu mengharuskan ibu saya ikut untuk pindah keluar daerah dan akhirnya kami kembali ke kampung halaman ayah saya yaitu Tangerang. Saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar saat kami pindah ke kota Tangerang, dan saya pindah sekolah ke sekolah yang dulunya merupakan sekolah masa kecil ayah saya. Saat seusia itu ayah saya sudah cukup memberikan beragam tuntutan di kehidupan saya, ia meminta saya agar bisa sehebat dia saat dia masih kecil, namun kondisi lingkungan kami sudah sangat berbeda jika ia menuntut dengan segala hal yang “harus sama”.
         Setelah kelulusan Sekolah Dasar tersebut ibu saya memasukkan saya ke salah satu sekolah negeri yang letaknya sekitar 1 kilometer jauhnya dari Sekolah Dasar saya sebelumnya. Pada saat itu saya tidak ingin bersekolah di situ dan mengambil tempat lain, namun sayang saat itu, usia saya yang masih terlalu kecil untuk berbicara dan masih bisa di bohongi dengan alasan-alasan konyol akhirnya harus menerimanya dengan alasan terbesar yang saya pertimbangakan kala itu adalah kata-kata dari ibu saya “kalau sekolah disini kamu gampang akses angkutan umumnya, dan kamu bisa terhindar dari kecelakaan lagi”. Tiga tahun saya menjalani hari-hari saya di sekolah itu, dan karna masih bisa di bilang kalau anak seusia itu masih “mencari jati diri”, maka saya mengisi hari saya dengan beragam kesibukan ekstrakulikuler yang ada di sana seperti Pramuka dan OSIS. Tahun-tahun akhir dari sekolah saya menjadi akhir yang kurang menyenangkan untuk saya, kembali orangtua saya menuntut hal yang banyak dan besar dari saya, hingga saya diminta untuk berhenti mengikuti seluruh kegiatan saya di sekolah dan fokus pada pelajaran juga mengikuti les. 
           Saya berhasil lulus dengan nilai yang cukup memuaskan namun di kota saya nilai itu masih kurang jika ingin masuk ke sekolah-sekolah favorit, maka saya meminta agar saya di  masukkan ke salah satu sekolah yang sangat mendukung muridnya untuk berprestasi di luar sekolah dan tidak mengutamakan prestasi di dalam sekolah, sekolah yang membiarkan murid-muridnya membesarkan nama sekolah tak hanya dari prestatsinya di kelas namun diluar sekolah juga. Tapi lagi-lagi keinginan saya di tolak mentah-mentah oleh orangtua saya, dan saya dimasukkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri yang letaknya tak jauh dari rumah saya. Saat keputusan itu diambil oleh orangtua saya, saya memberontak dengan marah ke pada orangtua saya, namun sayang orang tua saya memang tipikal orangtua yang keras pada anaknya. Pada hari dimana saya memulai sekolah baru saya, kembali saya merasakan tekanan tekanan baru yang di hadapkan pada saya. Saya mengalah dengan syarat kali itu, saya tidak ingin berangkat dan pulang sendiri, maka saya meminta orangtua saya untuk mengantar ataupun menjemput saya jika saya berangkat atau pulang sekolah, karna saat itu saya merasa keberadaan saya di sekolah itu adalah keinginan dari orangtua saya dan bukan merupakan keinginan saya, jadi saya merasa tanggung jawab mereka untuk mengantar atau menjemput saya sekolah. 
             Pada kenaikan kelas menuju kelas XI, kembali saya harus melakukan pilihan untuk memilih jurusan mana yang akan saya masuki nantinya, orangtua saya mengarahkan saya pada jurusan IPA namun ada suara hati saya yang ingin sekali masuk jurusan IPS karna kala itu saya ingin sekali menjadi seorang sastrawan kelak, namun berbeda dengan pandangan saya, orangtua saya menginginkan saya menjadi dokter dan tetap memaksa saya agar saya mengambil jurusan IPA. Lagi setelah pemilihan jurusan saya harus mengikuti apa yang orangtua saya inginkan, saya masuk ke jurusan IPA dengan otak yang saya rasa setengah IPS, saat itu orangtua saya meyakinkan saya dengan hasil tes psikotes yang menunjukan hasil Medicine dan Science. Dua tahun saya belajar di jurusan itu, nilai yang saya hasilkan tidak terlalu bagus dan tidak terlalu buruk, tiba saatnya untuk kembali menentukan pilihan menuju perguruan tinggi, namun kali ini saya mengalami pengalaman yang saya anggap lucu dan pertama kalinya di hidup saya. Saya mengikuti banyak test perguruan tinggi mulai dari kedinasan, hingga perguruan tinggi swasta, namun sayang saya gagal menembus perguruan tinggi yang dipegang dibawah nauangan kedinasan, kemudian saat saya melihat pengumuman di salah satu perguruan tinggi swasta saya diterima masuk perguruan tinggi itu, takhanya berhenti di pengumuman itu, saya mengikuti tes mandiri di beberapa universitas negeri dan akhirnya lagi-lagi tuhan mengizinkan saya agar bisa melanjutkan pendidikan saya, namun kali ini orangtua saya tidak ingin mengambil bagian dalam pilihan hidup saya, dan saya harus menentukan itu sendiri, saya yang selama ini selalu di arahkan dalam menentukan arah kehidupan saya, tiba-tiba saya dilepas dan di biarkan memilih sendiri pilihan hidup saya. Saat saya menentukan pilihan yang saya ambil sekarang, orangtua saya mengorbankan banyak hal terutama materi, awalnya ayah saya meminta saya agar saya mencari sekolah yang tidak terlalu jauh dari rumah. Baru akhir-akhir ini saya mengetahui apa maksud orangtua saya kala itu meminta saya agar bersekolah dekat dengan rumah, takhanya kondisi fisik saya yang tidak bisa di berikan makanan yang asal-asalan, namun juga masa depan saya yang orangtua saya impikan dan ternyata saya juga dambakan.
                Saat ini orangtua saya masih sering meminta ataupun memaksakan saya atas kehendak yang mereka inginkan, namun sekarang mereka lebih mendengarkan suara saya, mungkin karena mereka menganggap saya sudah dewasa, namun terkadang saya masih merasa berada di bayang-bayang orangtua saya. Namun saya yakin satu hari saya bisa menjadi seseorang yang dapat membuktikan pada orangtua saya bahwa saya berada di jalan yang benar, dan jalan yang benar itu adalah jalan yang saya pilih saat ini. Seperti halnya salah satu iklan yang ada di televisi saat ini “My Life My Adventure”, “Keep Smile”, “Stay Strong”, “Life Your Dream”, and “Be You”.


Ok, itu yang saya berikan pada dosen saya waktu itu, dosen saya berkomentar mengenai hasil dari seluruh karya mahasiswa kelas saya yang saya sendiri anggap lucu, gimana ngga, kalo di kasih tugas makalah 7 lembar pasti masih nawar 5 atau 4 lembar, eh pas disuruh "curhat" kalo kata dosen saya bisa pada lebih dari 12 halaman . yang di pertanyakan adalah "Apa yang sebenarnya menghambat fikiran kreatif ataupun ide-ide yang ada dalam otak kita?" dan itu akan menjadi tanda tanya besar pada setiap diri mahasiswa waktu itu.

Sekian curhatan kecil saya mengenai kuliah :)

1 comment:

  1. Slot machines by Microgaming - jtmhub.com
    Play 대구광역 출장마사지 the slot machines 동해 출장안마 from Microgaming here 포항 출장안마 at JTM Hub. Get up to 15 000 구미 출장안마 credits per play, Mar 12, 2021 · Uploaded by slotmachinesonline

    ReplyDelete